Oleh : Dr. H. Adi Warman., S.H., M.H., M.B.A.
Ahli Hukum - Pengamat Politik dan Keamanan.
SULSEL.UPDATE24JAM.ID, MAKASSAR -Sejarah mencatat, 17 Agustus 1945 adalah titik balik nasib bangsa ini. Dengan keberanian yang melampaui rasa takut, para pendiri bangsa menyatakan kemerdekaan di tengah situasi genting, tanpa jaminan pengakuan dunia. Delapan puluh tahun kemudian, Indonesia berdiri sebagai negara berdaulat dengan penduduk lebih dari 280 juta jiwa, bentang alam strategis, dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Namun, di balik kebanggaan itu, ancaman terhadap kemerdekaan dalam bentuk baru terus mengintai.
Tantangan global hari ini tidak lagi berwujud senjata kolonial dan invasi militer seperti masa lalu, melainkan penetrasi ekonomi, penguasaan teknologi, dan dominasi politik oleh kekuatan besar dunia. Ketergantungan pada impor pangan, energi, dan teknologi membuat kedaulatan kita rapuh. Perang dagang, krisis iklim, dan kompetisi geopolitik di Indo-Pasifik menuntut kita untuk tidak hanya pintar bertahan, tetapi juga cerdas mengambil posisi strategis.
Di dalam negeri, ancaman disintegrasi dan polarisasi identitas semakin terasa. Politik identitas, penyebaran hoaks, dan ketidak adilan serta ujaran kebencian menggerus kepercayaan antarwarga negara. Di beberapa daerah, ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah daerah dan pusat masih menjadi bara dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa membesar.
HUT RI ke-80 tidak boleh hanya menjadi seremoni. Ia harus menjadi alarm kebangsaan: bahwa kemerdekaan tidak akan bertahan jika rakyat terpecah, jika ekonomi hanya menguntungkan segelintir elite, jika keadilan diperjual belikan dan jika kedaulatan kita dikompromikan demi kepentingan asing. Para pendiri bangsa mewariskan Pancasila sebagai kompas, dan sila ketiga—Persatuan Indonesia—harus dijaga mati-matian sebagai benteng terakhir.
Menuju Indonesia Emas 2045, kita membutuhkan kepemimpinan yang visioner sekaligus berani mengambil risiko, kebijakan yang berpihak pada kemandirian bangsa, dan partisipasi aktif masyarakat untuk mengawal setiap langkahnya. Kita tidak bisa lagi berpuas diri dengan capaian masa lalu; kita harus bersiap menghadapi masa depan yang lebih kompetitif, lebih keras, dan penuh ketidakpastian.
> “Para pendiri bangsa telah menuntaskan babak pertama: merebut kemerdekaan. Tugas kita kini adalah menuntaskan babak kedua: menjaga dan mengisinya dengan kedaulatan sejati.”
Dirgahayu Republik Indonesia ke-80. Mari kita jaga kemerdekaan ini bukan hanya dengan upacara dan lagu kebangsaan, tetapi dengan memastikan kedaulatan, persatuan, dan keadilan serta kesejahteraan benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat, di setiap jengkal tanah air. Karena kemerdekaan yang tidak diperjuangkan setiap hari hanyalah nostalgia, dan nostalgia tidak akan menyelamatkan kita dari arus sejarah.
MERDEKA !!! SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA !!!🇮🇩🇮🇩🇮🇩
Social Header